Pesantren Kesayangan ku

Pesantren Kesayangan ku
PONDOK PESANTREN BAITUL MAGHFIROH

IQRO

puisi kh mustofa

Apakah kau melihatnya
seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu
dengan congkak,
tanah hanya patut diinjak,
tempat kencing dan berak
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya jadi lahan
pemanjaan nafsu
serakah dan tamak.

Apakah kau lupa
bahwa tanah adalah bapak
dari mana ibumu dilahirkan,
tanah adalah ibu yang menyusuimu
dan memberi makan
tanah adalah kawan yang memelukmu
dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang
menuju keabadian.

KITAB ZAKAT ; BAB : HUKUMAN BERAT BAGI YANG TIDAK MENUNAIKAN ZAKAT

575. Abu Dzar r.a. berkata: Aku datang kepada Nabi saw. yang sedang di bawah naungan Ka’bah sedang bersabda: Demi Tuhan Ka’bah merekalah yang rugi, demi Tuhan Ka’bah merekalah yang rugi. Maka aku bertanya pada diriku, apakah urusanku, mungkin tampak apa-apa padaku, lalu aku duduk, sedang hatiku diliputi berbagai macam pertanyaan sehingga bertanya: Siapakah mereka itu? Jawab Nabi saw.: Mereka yang banyak harta, kecuali yang mendermakan hartanya ke kanan, ke kiri, ke muka, ke belakang (untuk shadaqah). (Bukhari, Muslim).

576. Abu Dzar r.a. berkata: Aku datang kepada Nabi saw. sedang Nabi saw. bersabda: Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, atau: Demi Allah yang tiada Tuhan kecuali Dia, tiada seorang yang memiliki unta, lembu atau kambing lalu tidak menunaikan kewajiban zakatnya melainkan didatangkan pada hari kiamat sebesar, segemuk biasanya, lalu menginjak-injak pemiliknya dan menanduk dengan tanduknya, tiap sudah selesai yang terakhir diulang oleh yang pertama, sehingga selesai putusan orang-orang, lalu ditentukan ke surga atau neraka. (Bukhari, Muslim).

KITAB ZAKAT ; BAB : DOSA ORANG YANG TIDAK MENGELUARKAN ZAKAT

574. Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Kuda itu ada tiga macam: Berupa pahala, atau penutup kepentingan, atau dosa. Adapun yang berupa pahala, maka seorang yang menyediakannya untuk perang jihad fi sabilillah, lalu dipeliharanya dalam kebun, ladang dengan tali yang panjang, maka apa yang dimakan dalam kebun/ladang itu akan tercatat kebaikan bagi pemiliknya, dan andaikan kuda itu mendaki bukit, maka bekas-bekasnya dan kotorannya pun menjadi kebaikan, dan bila ia minum dari sungai, meskipun tidak bermaksud memberi minum, itu berupa kebaikan bagi pemiliknya. Adapun orang yang memelihara untuk kebanggaan, ria dan permusuhan terhadap orang Islam, maka itu berupa dosa semata-mata terhadap pemiliknya. (Bukhari, Muslim).

Dan ketika Nabi saw. ditanya tentang himar (keledai). Maka jawab Nabi saw.: Tiada diturunkan kepadaku mengenai himar, kecuali ini ayat yang penuh padat lengkap: faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarahu, waman ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarahu. (Siapa yang berbuat seberat zarrah kebaikan pasti ia akan melihat hasil pahalanya. Dan siapa yang berbuat seberat zarrah kejahatan maka pasti akan melihat hasil balasan dosanya). (Bukhari, Muslim).

KITAB ZAKAT ; BAB : ZAKATUL FITRI (ZAKAT FITRAH)

570. Ibn Umar r.a. berkata: Rasulullah saw. telah mewajibkan zakatul-fitri satu sha’ dari kurma atau gandum, beras, jagung atas tiap orang merdeka atau budak, lelaki atau wanita, besar atau kecil dari kaum muslimin. (Bukhari, Muslim).

571. Abdullah bin Umar r.a. berkata: Nabi saw. menyuruh orang-orang mengeluarkan zakatul fitri satu sha’ dari kurma atau sya’ir (jawawut). Abdullah bin Umar r.a. berkata: Maka orang-orang mengeluarkan yang seharga dengan itu dua mud dari gandum. (Bukhari, Muslim).

572. Abu Said Al-Khudri r.a. berkata: Kami biasa mengeluarkan zakatul fitri satu sha’ makanan, atau satu sha’ sya’ir, kurma, kismis dan keju. (Bukhari, Muslim).

573. Abu Said Al-Khudri r.a. berkata: Kami biasa mengeluarkan zakatul fitri di masa Nabi saw. satu sha’ makanan atau kurma atau sya’ir atau kismis, kemudian di zaman Muawiyah dan banyak gandum ia berkata: Aku berpendapat bahwa satu mud dari gandum ini menyamai dua mud dari lain-lainnya. (Bukhari, Muslim).

KITAB ZAKAT ; BAB : MENDAHULUKAN PENGELUARAN ZAKAT SEBELUM WAKTUNYA

569. Abu Hurairah r.a. berkata: Ketika Rasulullah saw. telah menyuruh orang-orang mengeluarkan zakat, tiba-tiba Nabi saw. diberitahu bahwa Ibn Jamil dan Khalid bin Al-Walid dan Abbas bin Abdul Mutthalib menolak (tidak mau mengeluarkan zakat), maka Nabi saw. bersabda: Tidak ada alasan bagi Ibn Jamil untuk menolak mengeluarkan kecuali karena ia merasa dahulunya miskin dan telah diberi kekayaan oleh Allah, adapun Khalid maka kamu aniaya padanya karena ia telah menshadaqahkan pakaian perang dan perlengkapan-perlengkapannya fi sabilillah, adapun Al-Abbas bin Abdul Mutthalib maka ia pamanda Rasulullah, maka tetap wajib padanya zakat dan sebanyak itu juga di samping yang sudah dikeluarkan. (Bukhari, Muslim).

KITAB ZAKAT ; BAB : TIDAK WAJIB ZAKAT BAGI SEORANG MUSLIM BUDAK DAN KUDANYA

568. Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tidak ada kewajiban zakat terhadap seorang muslim di dalam hamba dan kudanya. (Bukhari, Muslim).

KITAB ZAKAT

KITAB ZAKAT

567. Abu Said Al-Khudri r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tidak wajib zakat emas perak yang kurang dari lima uqiyah (20 mitsqal), dan tidak wajib zakat unta yang kurang dari lima ekor, dan tidak wajib zakat padi, gandum dan kurma yang kurang dari lima wasaq. (Bukhari, Muslim).

1 Wasaq = 60 Sha’. 1 Sha’ = 2,5 kg. 1 Sha’ = 4 Mud. 1 Mud = 6 ons. 5 Wasaq = 300 Sha’.

5 Uqiyah = 20 Mitsqal = kurang lebih 12 pund (12 dinar ukon) kira-kira 96 gram emas.

Perak juga 20 mitsqal = 200 dirham.

Bag 1

Ilmu Sosial Dasar

Bag 1

ILMU PENGETAHUAN

Pengetahuan diperoleh karena ada rangsangan pada diri manusia untuk mengetahui sesuatu dalam rangka mempertahankan hidupnya. Pengetahuan ada yang umum dan ada yang khusus. Pengetahuan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Pengetahuan menjadi ilmiah karena adanya keinginan yang mendalam untuk menyelidiki sesuatu yang ingin kita ketahui dengan menggunakan metode tertentu, dan itulah yang kemudian disebut ilmu pengetahuan. Penelitian untuk menyelidiki kebenaran ilmiah dapat dilakukan melalui pendekatan induktif maupun deduktif. Ilmu pengetahuan dikembangkan bukan hanya untuk ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi juga karena adanya kepentingan-kepentingan di dalamnya. Apa pun kepentingannya, ilmu pengetahuan seharusnya dikembangkan untuk meningkatkan harkat dan kesejahteraan manusia.

ILMU BUDAYA DASAR, ILMU ALAMIAH DASAR, DAN ILMU SOSIAL DASAR

Ilmu pengetahuan dapat dikelompokan melalui beberapa cara. Secara umum ilmu pengetahuan dikelompokan menjadi tiga yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya atau lebih umum disebut ilmu pengetahuan humaniora. Pengelompokan ilmu pengetahuan ini yang mendasari pengembangan Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Budaya Dasar sebagai matakuliah dasar umum yang wajib diambil oleh mahasiswa di samping matakuliah dasar umum lainnya seperti Agama, Pancasila, dan Kewiraan. Matakuliah Ilmu Sosial Dasar bukanlah merupakan suatu disiplin ilmu tetapi lebih merupakan kajian yang sifatnya multi atau interdisipliner. Ilmu Sosial Dasar diajarkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum kepada mahasiswa tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial yang terjadi di sekitamya. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa dapat memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan kepekaan sosial yang dimilikinya, mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian sosial dalam menerapkan ilmunya di masyarakat.

ILMU PENGETAHUAN DAN PEMANFAATANNYA

Ilmu pengetahuan dikembangkan untuk meningkatkan harkat hidup manusia, sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Masalahnya, manusia sering memiliki rasa serakah, sehingga ilmu pengetahuan tidak jarang digunakan untuk memenuhi kepentingannya sendiri walaupun dengan cara mengorbankan orang lain. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Karena itulah ilmu pengetahuan harus memiliki etika atau kode etik ilmu pengetahuan. Dalam mempelajari etika ilmu pengetahuan, masalah yang menjadi perhatian utama adalah masalah utilitarisme. Utilitarisme adalah nilai praktis kegunaan ilmu pengetahuan. Dalam konteks utilitarisme, ilmu pengetahuan harus dikembangkan dalam rangka memberikan kebahagiaan dan kesejehteraan semua manusia. Dari situlah perlu ada rasa keadilan dalam penerapan ilmu pengetahuan.


INDIVIDU, KELUARGA, MASYARAKAT, DAN KEBUDAYAAN

KONSEP INDIVIDU DAN KONSEP KELUARGA

Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek yaitu aspek organis jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial. Dalam perkembangannya menjadi ‘manusia’, sebagaimana diistilahkan oleh Dick Hartoko, individu tersebut menjalani sejumlah bentuk sosialisasi. Sosialisasi inilah yang membantu individu mengembangkan ketiga aspeknya tersebut.

Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di dalam keluarga, mengingat salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi atas nilai, norma dan simbol yang dianut masyarakat kepada anggotanya yang baru. Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga di mana dalam proses pengorganisasiannya mempunyai latar belakang maksud dan tujuannya sendiri. Pranata keluarga ini bukanlah merupakan fenomena yang tetap melainkan sebuah fenomena yang berubah, karena di dalam pranata keluarga ini terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata keluarga ini. Akan tetapi bagi kalangan yang lain apa pun krisis yang terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.

KONSEP MASYARAKAT DAN KONSEP KEBUDAYAAN

Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan bersama. Alasan-alasan tersebut meliputi alasan biologis, psikologis, dan sosial. Pembentukan kehidupan bersama itu sendiri melalui beberapa tahapan yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, maka terbentuklah apa yang dinamakan masyarakat yang bentuknya antara lain adalah masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura, petani, dan industri. Di dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial, pengendalian sosial, media sosial, dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam masyarakat dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan untuk mengontrol tingkah laku warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati bersama. Walupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh masyarakat selalu berubah di mana cakupannya bisa bersifat mikro maupun makro.

Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.

HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU, KELUARGA, MASYARAKAT, DAN KEBUDAYAAN

Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Tidak akan pernah ada keluarga, masyarakat maupun kebudayaan apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga dan masyarakat, yaitu media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya. Di samping itu, individu juga membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk mengembangkan dan mencapai potensinya sebagai manusia.

Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam hidupnya adalah lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah individu mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu, melalui keluarga pula individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka mengembangkan kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu mengejewantahkan apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya. Mengenai hubungan antara individu dan masyarakat ini, terdapat berbagai pendapat tentang mana yang lebih dominan. Pendapat-pendapat tersebut diwakili oleh Spencer, Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan Weber. Individu belum bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya individu yang mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa disebut individu. Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk menjadi berbudaya dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.


KEPENDUDUKAN, GENERASI, DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PENGERTIAN DAN KAJIAN KEPENDUDUKAN

Ilmu yang mempelajari masalah kependudukan adalah demografi.

Istilah ini pertama kali digunakan oleh Achille Guillard. Demografi sebagai suatu ilmu telah muncul sejak abad ke-17.

John Graunt seorang pedagang di London, yang melakukan analisis data kelahiran dan kematian, migrasi dan perkawinan dalam hubungannya dengan proses penduduk dianggap sebagai Bapak Demografi.

Jumlah penduduk dapat meningkat, stabil atau menurun. Indikator dari perubahan penduduk ini adalah tingkat kelahiran, kematian dan migrasi.

Komposisi penduduk merupakan suatu konsep yang mengacu pada susunan penduduk menurut kriteria tertentu, seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, suku bangsa, dan pendidikan.

Data mengenai struktur penduduk yang disajikan secara grafis disebut piramida penduduk (population pyramid).

Kebijaksanaan kependudukan berhubungan dengan keputusan pemerintah.

Dengan mempengaruhi kelahiran, kematian, dan persebaran penduduk, pemerintah memiliki strategi yang dianggap baik untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Di luar kebijaksanaan persebaran penduduk atau migrasi, secara garis besar, kebijaksanaan kependudukan terbagi menjadi dua bagian, yaitu kebijaksanaan pronatal dan kebijaksanaan antinatal.

Karakteristik angkatan kerja tidak terlepas dari pengaruh ketiga variabel utama kependudukan (kelahiran, kematian, dan migrasi). Kehidupan sosial suatu negara dapat digambarkan jika kita mengetahui komposisi lapangan pekerjaan dari angkatan kerjanya.

Antara kekuatan-kekuatan ekonomi dan kekuatan-kekuatan demografi ada hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi.


GENERASI, REGENERASI, DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Generasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu masa di mana kelompok manusia pada masa tersebut mempunyai keunikan yang dapat memberi ciri pada dirinya dan pada perubahan sejarah atau zaman.

Menurut Notosusanto, pengertian generasi itu sendiri sebenarnya lebih berlaku untuk kelompok inti yang menjadi panutan masyarakat zamannya, yang dalam suatu situasi sosial dianggap sebagai pimpinan atau paling tidak penggaris pola zamannya (pattern setter).

Di Indonesia, dianggap telah ada empat generasi, yaitu generasi ‘20-an, generasi ’45, generasi ’66, dan generasi reformasi (’98).

Suatu generasi harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan pada zamannya, melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang ada dan akan ada, serta menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan dari pembangunan dan sumber daya-sumber daya tersebut.

Untuk itu diperlukan adanya suatu sistem dan mekanisme pembangunan dalam keseluruhan yang melibatkan semua pihak, baik aparatur, peraturan, pengawas, maupun rakyatnya (grass-root).

Selain itu, diperlukan juga kajian-kajian sosial seperti ekonomi, kependudukan (demografi) dan ekologi untuk pendukungnya.

Cara pandang kita terhadap pengertian generasi, baik dari sisi terminologi maupun fakta dan persepsinya tidak dapat dilakukan dengan terlalu sederhana.

Dari generasi ke generasi selalu memunculkan permasalahan yang khusus dan pola penyelesaiannya akan khas pula tergantung faktor manusia dan kondisi yang ada pada zamannya.

Masing-masing generasi mencoba menjawab tantangan yang khas pada masanya dan seharusnyalah dipandang secara holistik (menyeluruh) untuk mempelajari dan mengkajinya.

Pemahaman tentang sejarah dan wawasan yang luas sangat mempengaruhi tantang penilaian dan persepsi terhadap keberadaan suatu generasi dan masyarakat secara keseluruhan.

Bila kita kaitkan antara generasi dengan pembangunan, maka keberadaan generasi tidak akan terlepas dari karakter dan ciri-ciri penduduk suatu bangsa beserta kondisinya.

Masalah penduduk yang meliputi jumlah, komposisi, persebaran, perubahan, pertumbuhan dan ciri-ciri penduduk berkaitan langsung dengan perhitungan-perhitungan pembangunan, baik konsep, tujuan maupun strategi pembangunan suatu bangsa.

Penduduk suatu bangsa dapat merupakan modal yang sangat penting bagi pembangunan (sumber daya), tetapi jika tidak dipelajari dan disesuaikan akan dapat menjadi faktor penghambat yang cukup penting pula.

Masing-masing negara mempunyai kebijakan regenerasi yang berbeda dalam menangani masalah penduduk dan dalam melakukan kaderisasi.

Pembangunan yang ideal ialah pembangunan yang harus disikapi dengan arif, cermat dan dengan konsep yang berkelanjutan (sustainable development), disesuaikan dengan kondisi dan karakter bangsa itu sendiri.

Pengertian Kalam

Secara harfiah kalam berarti perkataan. Sedangkan Ilmu Kalam sendiri dapat dipahami sebagai suatu kajian ilmiah yang berupaya untuk memahami keyakinan-keyakinan keagamaan dengan didasarkan pada argumentasi yang kokoh. Al-Iji pernah mengidentifikasi beberapa sebab yang mungkin menjadi alasan penamaan disiplin keilmuan ini dengan istilah Ilmu Kalam, yaitu: (1) Ilmu Kalam sebagai oposisi bagi Logika di kalangan filsuf; (2) Diambil dari judul bab-bab dalam buku dengan pembahasan terkait yang umumnya diawali dengan perkatan “al-kalam fi …“ (atau: pembahasan tentang …); dan (3) Dinisbatkan kepada isu paling populer dalam perdebatan kaum mutakallim (ahli kalam), yaitu tentang kalam Allah. Menurut al-Farabi, ilmu ini dapat berguna untuk mempertahankan atau menguatkan penjelasan tentang akidah dan pemahaman keagamaan Islam dari serangan lawan-lawannya melalui penalaran rasional. Tetapi patut dicatat bahwa Ilmu Kalam yang berkembang dalam Islam ini, sekalipun dalam pembahasannya banyak mempergunakan argumen-argumen rasional, umumnya tetap tunduk kepada wahyu. Perbedaan yang kerap muncul hanya terletak pada tingkat pengakuan fungsi akal untuk memahami wahyu serta tingkat liberasi interpretasi dari skripturalitas (keharfiahan) pembacaan atas teks. Pada lokus ini Ilmu Kalam dapat dibedakan dari Filsafat maupun Fikih.

Tasya Kubra Zadah mengatakan bahwa Ilmu Kalam bersandar kepada apa yang datang dari agama tentang keyakinan-keyakinan kemudian mencari hujjah rasional untuk meneguhkannya. Sedangkan Filsafat melakukan telaah dengan rasio hingga menemukan dalil-dalil yang menopang suatu simpulan yang dipandangnya sebagai kebenaran tanpa melihat lebih dulu apa yang ada dalam sumber otoritatif agama. Jadi, moda-epistemologi mutakallim adalah berkeyakinan dulu baru kemudian berdalil dengan memakai bahasan-bahasan filsafat, sedangkan para filsuf berdalil dulu baru kemudian berkeyakinan yang menurut Ibnu Khaldun pada dasarnya memang tidak bertendensi religius. Sekalipun kemudian, pembedaan ini tidak mencegah adanya pencampuran antara Ilmu Kalam dan Filsafat bagi kalangan mutakallim (teolog) khalaf. Adapun perbedaan Ilmu Kalam dengan Fikih secara garis besar terletak pada fokus kajiannya. Jika mutakallim berkonsentrasi pada aspek teologis atau dasar-dasar agama (usuliyah) yang perlu dipahami umat agar tidak terjerumus pada kekufuran, maka fuqaha’ (ahli fikih) cenderung mengembangkan analisis terhadap aspek furu’iyah ajaran Islam khususnya dimensi legalistik dari perbuatan manusia, baik ibadah maupun muamalah.

REVIU HADITS

A. ULUMUL HADITS

1) Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli'l Hadits : Ilmu Hadits: Ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuatan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW, beserta sanad-sanad dari ilmu pengetahuan untuk membedakan kesahihannya dan kedhaifannya dari pada lainnya, baik matan maupun sanadnya. Ilmu Ushuli'l Hadits : Suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal kesahihan, kehasanan dan kedlaifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedkan dengan yang lainnya.

2) Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah : (1) Ilmu Hadits Riwayah : Ilmu pengetahuan untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan pendewanan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun lain sebagainya. Obyek Ilmu Hadits Riwayah : bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang dan memindahkan atau mendewankan dalam suatu Dewan Hadits. Dalam menyampaikan dan mendewakan hadits, baik mengenai matan maupun sanadnya. Faedah mempelajari ilmu ini : adalah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Perintis pertama ilmu riwayah adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry. (2) Ilmu Hadits Dirayah : disebut dengan ilmu Musthalahul Hadits - undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan al-Hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya. Obyek Ilmu Hadits Riwayah : meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya). Menurut sebagian ulama, yang menjadi obyeknya ialah Rasulullah SAW sendiri dalam kedudukannya sebagai Rasul Allah. Faedahnya atau tujuan ilmu ini : untuk menetapkan maqbul (dapat diterima) atau mardudnya (tertolaknya) suatu hadits dan selanjutnya untuk diamalkannya yang maqbul dan ditinggalnya yang mardud.

3) Cabang-Cabang Ilmu Musthalahul Hadits : (1) Cabang yang berpangkal pada sanad antara lain : (a) Ilmu rijali'l hadits, (b) Ilmu thabaqati'r ruwah, (c) Ilmu tarikh rijali'l hadits, (d) Ilmu jarh wa ta'dil. (2) Cabang-cabang berpangkal pada matan, antara lain : (a) Ilmu gharibi'l hadits, (b) Ilmu asbabi'l mutun, (c) Ilmu tawarikhi'l hadits, (d) Ilmu talfiqi'l hadits. (3) Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad dan matan, ialah : Ilmu ilali'l hadits.

4) Priode Periwayatan dengan Lisan : (a) Larangan Menulis Hadits : Nabi sendiri melarang untuk menuliskan sabdanya "Jangan kamu tulis sesuatu yang telah kamu terima dariku selain al-Qur'an. Barang siapa menuliskan yang ia terima dariku selain al-Qur'an hendaklah dihapus". Maka hadits diterima dengan hafalan. (b) Perintah menulis Hadits : di samping Rasulullah melarang menulis Hadits, beliau juga memerintahkan kepada beberapa sahabat tertentu, untuk menulis hadits. Misalnya Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, menerangkan bahwa sesaat Fathu Makkah Nabi berpidato dihadapan umat Islam, tiba-tiba seorang laki-laki dari Yaman Abu Syah bertanya kepada Rasulullah :

"Ya Rasulullah! Tulislah untukku!, Jawab Rasul tulis kamulah sekalian untuknya". (c) Sistem meriwayatkan Hadits: dengan lafadh yang masih asli dari Rasulullah SAW. Dengan makna saja, sedang redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkannya. Hal itu disebabkan karena mereka tidak ingat betul pada lafadh aslinya, karena mereka hanya mementingkan segi isinya yang benar-benar dibutuhkan pada saat itu.

5) Periode Pembukuan Hadits abad ke-2 (A) Motif Membukukan Hadits : pada zaman khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz - Bani Umayyah antara th. 99 H - 101 H :
(1) Kemauan beliau untuk tidak membiarkan Hadits seperti waktu yang lalu. Karena ada kekhawatiran akan hilang Hadits dari perbendaharaan masyarakat, sebab belum didewankannya dalam Dewan Hadits. (2) Untuk membersihkan dan memelihara Hadits dari Hadits-hadits maudlu' (palsu) yang dibuat orang-orang untuk mempertahankan ideologi golongan dan mazhab. (3) Hadits belum terdewankan secara resmi di zaman Rasulullah SAW dan Khulafau'r Rasyidin, karena ada kekhawatiran bercampur dengan al-Qur'an, telah hilang, karena al-Qur'an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata diseluruh umat Islam. (4) Ada kekhawatiran akan hilangnya hadits karena banyak ulama Hadits yang gugur dalam medan perang, dan bercampur dengan hadits palsu. (B) Ciri-ciri Kitab Hadits yang didewankan pada abad kedua : Karya ulama abad kedua masih bercampur aduk antara hadits-hadits Rasulullah dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabi'in. Kitab hadits belum dipisahkan antara hadits-hadits yang marfu', mauquf dan maqthu, dan antara hadits yang shahih, hasan dan dla'if. (C) Kitab Hadits yang masyhur : (1) al-Muwaththa - Imam Malik pada 144 H - atas anjuran khalifah al-Mansur. Jumlah hadits yang terkandung dalam kitab ini lebih kurang 1.720 buah. (2) Musnadu'sy Syafi'i - Imam Asy Syafi'i - mencantumkan seluruh hadits - "al-Umm". (3) Mukhtalifu'l Hadits - karya Imam Syafi'i - menjelaskan cara-cara menerima hadits sebagai hujjah, menjelaskan cara-cara mengkompromikan hadits-hadits yang kontradiksi satu sama lain.

B. ASBABUL WURUD

1. Secara garis besar ilmu hadits dibagi menjadi dua yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits diroyah. Asbabul wurud merupakan cabang dari ilmu hadits riwayah.

2. Asbabul Wurud : ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu.

3. Pembagian Asbabul Wurud : ada hadits yang mempunyai sebab disabdakan dan ada hadits yang tidak mempunyai sebab-sebab disabdakan. (1) Hadits yang mempunyai sebab disebutkan dalam hadits itu sendiri. Misalnya hadits yang timbul karena pertanyaan Jibril kepada Nabi SAW tentang pengertian Islam, Iman, dan Ihsan. (2) Hadits yang sebab tidak disebutkan dalam hadits tersebut tetapi disebutkan pada jalan (thuruq) hadits yang lain, misalnya : hadits yang menerangkan shalat yang paling utama bagi wanita adalah di rumah kecuali shalat fardhu.

4. Asbabul Wurud ditentukan oleh beberapa hal : (1) Ada ayat al-Qur'an yang perlu diterjemahkan Rasulullah. Fungsi hadits sebagai Tafsirul Qur'an bis Sunnah). (2) Ada matan hadits yang masih perlu dijelaskan oleh Rasulullah. Hadits yang dijelaskan itu merupakan sababul wurud dari hadits berikutnya. (3) Ada peristiwa yang timbul yang perlu dijelaskan oleh Rasulullah. (4) Ada masalah atau pertanyaan dari para sahabat. Ulama yang mula-mula menyusun kitab mengenai asbabul wurud adalah Abu Hafsah al-'Akbari (380-456 H). As-Suyuthi - karyanya berjudul "al-Muma' fi Asb al-Hadits" 5. Urgensi Asbabul Wurud : dapat membantu atau menolong dalam memahami hadits secara benar. Jika hadits tidak diketahui asbabul wurudnya, akan mengaburkan pemikiran seseorang dalam memahamai hadits, bahkan bisa salah sama sekali. Misalnya sebuah hadits yang berbunyi :
"Barang siapa menyerupai kaum maka termasuk golongan mereka"

Menurut Muh.Zuhri, hadits ini pernah dipahami, karena penjajah orang kafir itu bercelana panjang dan berdasi, maka orang Islam yang berpakaian semacam itu termasuk kafir, berdasarkan hadits tersebut.

HADITS PADA MASA SAHABAT

1. Sahabat adalah orang yang bertemu dan hidup bersama Rasul minimal setahun lamanya ( Ahli Ususl), Jumhur Muhadditsin - sahabat orang yang bertemu dengan Rasul dengan pertemuan yang wajar sewaktu rasul masih hidup, dalam keadaan Islam lagi iman, Al-Jahidh ulama beraliran Mu'tazilah - sahabat orang yang pernah bergaul dengan dan meriwayatkan hadits dari padanya, Ulama Ushul - sahabat orang yang berjumpa dengan Rasul, lama pula bersahabat dengan beliau, walaupun tidak meriwayatkan hadits, Loght dan 'Uruf - sahabat mereka yang sungguh-sungguh menyertai Nabi, seduduk, sejalan dengan Nabi dalam sebagian waktu.

2. Ada duabelas Thabaqot : (1) mereka yang lebih dulu masuk Islam, yaitu orang yang lebih dulu beriman di Makkah, (2) Anggota Dar an-Nadwah yang memeluk Islam sesudah Umar masuk Islam, (3) para sahabat yang hijrah ke habasyah pada tahun k5-5 sesudah Rasulullah diutus, (4) pengikut perjanjian 'aqobah pertama, (5) pengikut perjanjian aqobah kedua yang memeluk Islam sesudah aqobah pertama, (6) sahabat muhajirin yang sampai di Madinah, ketika Nabi masih berada di Quba, menjelang memasuki Madinah, (7) pengikut perang badar, (8) para sahabat yang hijrah di antara peristiwa perang badar dan Hudaibiyah, (9) para sahabat yang melakukan bai'at di bawah pohon di Hudaibiyah, (10) para sahabat yang hijrah sebelum penaklukan Makkah dan sesudah peristiwa Hudaibiyah, (11) para sahabat yang memeluk Islam pada saat penaklukan Makkah, (12) anak-anak yang melihat Nabi pada hari penaklukan Makkah dan Haji Wada'.

3. Cara meriwayatkan hadits : (1) Periwayatan Lafzi - redaksinya - matannya persis seperti yang diwurudkan Rasul. Bisa dilakukan apabila mereka (sahabat) hafal benar apa yang disabdakan Rasul. Para sahabat meriwayatkan hadits melalui cara ini, mereka berusaha agar dalam meriwayatkan hadits sesuai dengan redaksi Rasul, bukan redaksi dari mereka. (2) Periwayatan Maknawi : sahabat berpendapat dalam keadaan darurat, karena tidak ada lafal asli dari Rasul, maka boleh meriwayatkan dengan maknawi. Artinya periwayatan hadits yang matannya tidak persis sama dengan yang dari Rasul akan tetapi isi atau makna akan tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul tanpa ada perubahan sedikitpun.

Sumber:

Hujair AH. Sanaky, Kajian Hadits dan Perbedaannya dengan as-Sunnah,al-Khabar, Atsar. www.sanaky.com

geo fles