Pesantren Kesayangan ku

Pesantren Kesayangan ku
PONDOK PESANTREN BAITUL MAGHFIROH

IQRO

BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini, pembahasan pluralitas (kemajemukan) maknanya telah dikaburkan kaum liberal menjadi pluralisme. Salah satu yang membingungkan adalah pendefinisian Pluralisme yang dimaknai sebagai bentuk sikap dari pluralitas. Padahal pluralitas adalah sebuah keniscayaan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan, sehingga kehadirannya tidak dapat dihindari dan sudah menjadi sunnatullah. Pluralisme agama diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya keragaman pemikiran keagamaan. Sehingga diharapkan seluruh pemeluk agama bersifat inklusif (terbuka) terhadap pemeluk agama lain, sebab Tanpa pandangan pluralis, kerukunan umat beragama tidak mungkin terjadi. Pluralisme bukan hanya menoleransi adanya keragaman agama, tetapi mengakui kebenaran masing-masing pemahaman serta menghilangkan klaim kebenaran dalam agamanya, setidaknya menurut logika para pengikutnya. Maka pluralisme dijadikan sebagai bentuk konkrit dalam menjalankan kerukunan berargama.

"Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga." Pluralisme Inilah yang akan menimbulkan relativisme agama dan nihilisme kebenaran agama. Paham ini menjadi tema penting dalam disiplin ilmu sosiologi, teologi dan filsafat keagamaan yang berkembang di Barat serta agenda penting globalisasi.


 


 

BAB II

PAHAM PLURALISME AGAMA DI INDONESIA

1. Pluralisme Basis Relativisme

Kebenaran dogma menjadi salah satu perbincangan dalam masalah pluralisme agama. Truth claim terhadap dogma agama yang dipeluk para penganut agama-agama seakan mengusik kaum pluralis, sehingga kaum pluralis menganjurkan kepada pemeluk agama untuk menganut paham ini. Tetapi kaum pluralis sendiri memaknai pluralisme masih dalam perdebatan.

Pluralisme yang ada di Indonesia memiliki beberapa tipe, pada satu sisi mengandung nilai-nilai toleransi, pada sisi yang lain mengandung nilai relativisme bahkan, sampai pada tingkat nihilisme. Doktrin relativisme beramula dari Protagoras sorang sofis yang berprinsip bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu (man is the measure of all things). Doktrin relativisme hanya mengandalkan akal manusia maknanya agama hanyalah tradisi. Agama tidak layak dijadikan patokan/standarisasi nilai-nilai kebenaran yang absolute. Kaum relativis berkeyakinan yang absolute hanya Tuhan, jadi kebenaran agama hasil tafsiran manusia adalah relative dan tidak absolut.

Agama (Tuhan) memiliki keabsolutan kebenaran dan jika agama memasuki akal manusia, maka wahyu tersebut akan menjadi pemikiran keagamaan, maka pemikiran tersebut (representasi manusia tentang agama) adalah relatif sebab manusia sifatnya relatif.

 Padahal dalam agama Islam keabsolutan itu bisa sampai tingkat manusia, sebab manusia di bekali wahyu, akal, rasul atau khabar shadiq. Dan akidah adalah bagian dari khabar shadiq yang diriwayatkan rasulullah kepada sahabat-sahabatnya dan turun kepada ulama-ulama. Bisa kita bayangkan jika di dunia ini semua relatif, maka hadis nabi yang menganjurkan untuk mencegah kemungkaran tidak akan berlaku lagi, sebab semua relatif, baik dan buruk standarnya akal manusia.

Pluralisme berkaitan erat dengan relativisme kebenaran, sedangkan relativisme memandang, bahwa semua keyakinan keagamaan, idiologi, dan pemikiran filosofis, sama-sama mengandung kebenaran dan memiliki posisi yang sederajat. Jadi tidak ada kebenaran yang mutlak yang dapat ditemukan dalam suatu agama karena memiliki kapasitas yang sama.

Pluralis-relativisme adalah gagasan yang menekankan, bahwa perbedaan dan kemajemukan adalah prinsip yang tertinggi. Pemahaman pluralisme mengharuskan manusia menghormati semua bentuk keanekaragaman dan perbedaan, dengan menerima hal tersebut adalah bentuk dari menerima realitas yang sebenarnya. Dalam sikap seorang pluralis bukan hanya berhenti pada pluralitas 

Kaum pluralis yakin bahwa agama-agama adalah bentuk jalan menuju Tuhan. satu, tetapi jalurnya banyak, atau jalur menuju keselamatan adalah memang banyak dan Tuhan memanivestasikan dalam bentuk yang beraneka ragam dan bukan hanya pada satu jalan. Beliau juga mengutip ayat al Quran surat Al-Hujurat [49]:10. menurut ayat ini menerangkan tentang perintah Allah untuk saling kompromi, saling take and give, dan tak ada yang boleh mengklaim sebagai yang paling benar. Pluralisme, tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam tetapi pluralisme harus disikapi dengan teologia religionum (teologi agama-agama) dengan tujuan memasuki dialog antaragama. bahwa pendekatan terhadap agama-agama adalah melalui tiga jalur yaitu dengan sikap eksklusif, inklusif dan paralelis.

Argumentasi pluralisme memakai Al-Hujurat [49]:10 untuk persatuan persaudaraan lintas agama adalah penafsiran yang penuh hawa nafsu. Padahal dalam Ali `imran ayat 19 sangat jelas, bahwa jalan menuju Allah hanyalah Islam. Bagi yang tidak melaksanakan keislaman berarti kafir. Islam secara teologis bersifat eksklusif sedangkan dalam bermuamalat, bersosialisasi dengan masyarakat adalah inklusif. Tidak ada larangan untuk menjalin hubungan dengan masyarakat selama tidak merugikan. Sebab nabi juga bersosialisasi dengan masyarakat non muslim.

2. Pluralisme Berbasis Nihilisme

Tipe pluralisme basis nihilisme adalah bahwa jika semua agama adalah sama benar maka logika terbaliknya adalah tidak ada kebenaran dalam semua agama. Sehingga Ludwig Feuerbach menunjukkan esensi agama terletak pada manusia sehingga Feuerbach memaknai agama hanyalah gambaran akan keinginan manusia yang tak terbatas, yang dibentuk oleh manusia tentang dirinya sendiri dan tidak lebih dari proyeksi hakikat manusia.

Agama itu hanya merupakan perwujudan cita- cita: "Ilusi religius yang terdiri dari suatu objek bersifat imanen pada pikiran kita menjadi lahiriah, mewujudkannya, mempersonifikasikannya. "Atribut- atribut Ilahi merupakan perwujudan dari predikat- predikat manusiawi, yang tidak sesuai dengan individu manusia sebagai individu, Allah yang kekal, itulah akal budi manusia dengan coraknya yang bersifat mutlak yang sekali lagi merupakan hasil proyeksi manusia. Agama merupakan kesadaran yang tidak terhingga.

Jadi Tuhan tidak lebih daripada manusia: dengan kata lain, ia adalah proyeksi luar dari hakikat batin manusia sendiri. Bisa juga dikatakan bahwa Tuhan ada dalam tiap manusia, dan manusia adalah bentuk luar dari Tuhan. Tuhan bukan lagi Zat Yang Mahakuasa tapi merupakan akal kolektif manusia. Sarana komunikasi Tuhan bukan memlalui wahyu melainkan dalam bahasa nasional. Manusia tidak butuh dengan Tuhan (Zat Yang Mahakuasa) sebab manusia dapat menyelesaikan masalah dunia tanpa dengan Tuhan. Jika demikian berarti manusia tidak butuh agama, sebab manusia adalah proyeksi atau gambaran Tuhan itu sendiri. Sehingga demikian manusia tidak butuh agama. Dan agama-agama yang ada hanyalah aturan-aturan yang tidak bermakna.

Pada tipe ini menyatakan bahwa, kebenaran sejatinya tidak ada, sebab dari pemahaman tentang  kebenaran adalah sama benarnya. Karena kebenaran sama benarnya atau bisa jadi semua kebenaran adalah sama salahnya, itu berarti kebenaran itu tidak ada. Selain itu juga kaum pluralis menganggap bahwa toleransi jika tidak dibarengi dengan sikap pluralisme itu bukanlah sikap toleransi sejati. Seorang pluralis sejati memaknai pluralisme dengan kesamaan dan kesetaraan dalam segala hal, termasuk beragama. Setiap pemeluk agama harus memandang sama pada semua agama dan pemeluknya. Kaum pluralis juga beranggapan bahwa umat beragama jika tidak mengaplikasikan pluralisme dalam keagamaanya berarti toleran atau intoleran terhadap pemeluk agama yang lain.

3. Pluralisme Basis Theosofis

            Theosofis merupakan organisasi aliran kebatinan, wadah studi, dan pemahaman mengenai kebijaksanaan Ilahi yang tersirat di alam raya ini. rakan Theosofi di Indonesia, bahwa antara Freemasonry  dan theosofi adalah satu tujuan dan hanya beda nama. Inti ajaran dari theosofi adalah agama apapun selama menjunjung tinggi kemanusiaan dan menebarkan kebajikan adalah pada hakekatnya sama. Tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya dari pada kebenaran. Inilah ajaran teosofi dalam memandang agama.

Bahkan dalam lambang theosofi terdapat motto organisasi yang berbunyi, "There is no Relegion Higher Than Truth", atau dalam bahasa sangsekerta, "Satyan Nasti Paroh Darma" yang berarti "Tidak ada agama yang lebih tinggi daripada Kebenaran" dari motto organisasi ini bermakna masing-masing agama tidak bisa mengklaim bahwa agamanyalah yang mutlak benar (absolute truth claims). Karena menurut mereka kebenaran tidak berbentuk tunggal dan kebenaran terdapat dalam agama-agama selama menjalankan kebaikan dan kebenaran.  Dan inilah yang menjadi dasar para penggiat pluralisme agama di Indonesia. bahwa setiap kehidupan dan makhluk di alam ini ada zat Tuhan yang menyatu serta alam dan seisinya bukanlah diciptkan melaikan terpancar dari zat Tuhan. Jadi dari tiap individu manusia memiliki zat Tuhan yang bersemayam dalam hati dan jantung manusia.

Dalam konsep Islam mengakui perbedaan dan identitas agama-agama, tetapi tidak sampai pada tingkat pembenaran terhadap teologinya. Islam tetap mengakui kesalahan teologi agama yang lain bahkan sampai tingkat mengoreksi, tetapi Islam juga tidak memaksakan mereka untuk untuk masuk Islam. Islam juga membiarkan agama selain Islam untuk melaksanakan ritual agamanya, selama tidak mengganggu agama Islam. Ini berarti Islam tidak mentolerir persamaan agama (lakum dinukum wa liyadin).

 
 


 


 


 


 


 


 


 


 

Daftar pustaka

Al Qurtuby, Sumanto., Lubang Hitam Agama, (Yogyakarta: Rumah Kata, 2005).

Arif, Syamsyuddin., Orientalis & Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2008)

Artawijaya, Gerakan Theosofi di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)

Aslan, Adnan., Pluralisme Agama dalam Filsafat Islam dan Kristen Seyyed Hossein Nasr dan John Hick, (terj) Munir, ( Bandung: Alifya, 2004)

Baso, Ahmad dalam Sururin (ed), Nilai-nilai Pluralisme dalam Islam, (Bandung: Kerjasama Fatayat NU dan The Ford Foundation, 2005)

Beyer, Peter, Religion and Globalization (London: Sage Publications, 1994)

Biyanto., Pluralisme Keagamaan dalam perdebatan Pandangan Kaum Muda Muhamadiyah, (Malang: UMMPRESS, 2009)

Budiman, Arief., dalam Dialog Kritik dan Identitas Agama, Seri Dian I/Tahun I (Yogyakarta: Dian/Interfidei, 1993)

http://pluralism.org/pluralism/what_is_pluralism.php 

http://ponpes-almukhtar.blogspot.com

http://www.arrahmah.com/index.php/blog/read/1376/liberalisasi-islam-di-indonesia

 Kesimpulan

Karena plurlasme agama ini sejalan dengan agenda globalisasi, ia pun masuk kedalam wacana keagamaan agama-agama, termasuk Islam. Ketika paham ini masuk kedalam pemikiran keagamaan Islam respon yang timbul hanyalah adopsi ataupun modifikasi dalam takaran yang minimal dan lebih cenderung menjustifikasi. Respon yang tidak kritis ini akhirnya justru meleburkan nilai-nilai dan doktrin-doktrin keagamaan Islam kedalam arus pemikiran modernisasi dan globalisasi. Para pendukung paham pluralisme ini sangat getol berupaya memaknai kembali konsep Ahlul KitÉb dengan mengesampingkan penafsian para ulama yang otoritatif. Dalam memaknai konsep itu  proses dekonstruksi dengan menggunakan ilmu-ilmu Barat modern dianggap sah-sah saja. Inilah sebenarnya yang telah dilakukan oleh Mohammad Arkoun. Ia menyarankan, misalnya, agar pemahaman Islam yang dianggap ortodoks ditinjau kembali dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial-historis Barat. Dan dalam kaitannya dengan pluralisme agama ia mencanangkan agar makna Ahl al-KitÉb itu didekonstruksi agar lebih kontekstual.

Paham pluralisme agama ini ternyata bukan hanya sebuah wacana yang sifatnya teoritis, tapi telah merupakan gerakan social yang cenderung politis. Karena ia adalah gerakan social, maka wacana teologis dan filosofis ini akhirnya diterima masyarakat awam sebagai paham persamaan agama-agama. Tokoh-tokoh masyarakat, artis, aktifis LSM, tokoh-tokoh politik kini tidak segan-segan lagi mengatakan bahwa semua agama adalah sama, tidak ada agama yang lebih benar dari agama lain.

Top of Form


 

KATA PENGANTAR

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun  mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Agama Islam.


 

Agama  sebagai  sistem  kepercayaan  dalam  kehidupan  umat  manusia  dapat  dikaji  melalui  berbagai  sudut  pandang.  Islam  sebagai  agama  yang  telah  berkembang  selama  empat  belas  abad  lebih  menyimpan  banyak  masalah  yang  perlu  diteliti,  baik  itu  menyangkut  ajaran  dan  pemikiran  keagamaan  maupun  realitas  sosial,  politik,  ekonomi  dan  budaya.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan Etos Kerja Bangsa indonesia dan Islam, yang kami sajikan berdasarkan, referensi, Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Sekolah Tinggi Agam Islam Ibrahimi. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen  pembimbing  saya  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  saya  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan sara

Artikel Terkait



0 komentar:

geo fles