Pesantren Kesayangan ku

Pesantren Kesayangan ku
PONDOK PESANTREN BAITUL MAGHFIROH

IQRO

Psikologi Individual Menangkap Kebahagiaan


Pernahkah Anda merasa begitu kecil di tengah dunia yang semakin terlihat gemerlap? Atau, apakah Anda menghela nafas melihat para ABG mengikuti berbagai kontes kecantikan di televisi untuk mendapatkan kekayaan sementara beribu anak lain terlantar di negeri ini? Kesenjangan antara si kaya dan si miskin memang begitu nyata namun menjadi selebritis atau terkenal adalah hak setiap insan. Jika nurani Anda terusik, Anda harus bersyukur masih memiliki rasa itu. Namun jika Anda selalu merasa tidak puas pada apa yang telah dicapai kini, mungkin Anda mengalami deprivasi relatif.

Deprivasi Relatif (Relative Deprivation,selanjutnya disebut RD)

Manusia adalah makhluk sosial di samping juga sebagai pribadi yang unik, psikologi telah meyakinkan dalam berbagai studi bahwa tidak ada satu pun orang yang sama, meski terlahir kembar identik. Sebagai makhluk sosial, siapapun Anda membutuhkan orang lain untuk berbagi, bercanda, bercerita, berdiskusi bahkan bertengkar (it takes two to tango!). Dalam berinteraksi, adalah wajar jika terjadi pembandingan-pembandingan terhadap perbedaan yang ada, itu pula yang akan memacu seseorang untuk berusaha lebih dan lebih lagi. Hal ini dikenal sebagai stres positif atau eustress namun adakalanya Anda mundur dan merasa begitu tersiksa, inilah distress atau stress negatif di mana stressor (pemicu stress) lebih sebagai penghalang bukan tantangan.

Anda mungkin tidak hanya menjadi tertekan atau stres, Anda bisa saja mengalami RD saat apa yang Anda dapat jauh berbeda dengan yang diinginkan. Seperti dinyatakan oleh Gurr & Crosby,

"RD is a perceived discrepancy between an individual's subjective 'value expectations' and 'value capabilities'. Value expectations' denote the goods and conditions to which individu believe they are rightfully entitled; and value capabilities' refers to the goods and conditions of life they think they are capable of attaining."(dalam Walker & Pettigrew,h.4,2003)
Teori ini pertama digagas oleh Stouffer, dkk tahun 1949 dalam terma masyarakat, artinya suatu kelompok masyarakat juga bisa mengalami RD terhadap kelompok lain, masa lalu atau kategori sosial lain. Gurr & Crosby pada tahun 1970 kembali menformulasi dalam terma individu. Jadi RD merupakan suatu kesenjangan yang dialami tidak hanya secara personal namun juga kolektif.
Tidak dapat disalahkan sepenuhnya jika Anda merasa kurang dan kurang, karena dunia semakin mengglobal, konsumerisme semakin merajalela, dunia terasa instan. Televisi juga turut memicu RD, lihat saja berbagai sinetron glamor yang bisa ditonton siapa saja baik di metropolitan atau pelosok desa, sangat mungkin jika seseorang yang awalnya 'damai' dalam kesederhanaan menjadi resah karena tidak memiliki benda mewah.
Lalu bagaimana jika teman Anda menuduh, bahwa itu salah Anda sendiri yang terlalu tinggi berangan-angan? Jangan dulu marah, karena sesungguhnya setiap orang hidup dengan dua motivasi dasar yaitu kebutuhan untuk beradaptasi dan untuk menjadi diri sendiri (aktualisasi diri), menurut Allport (dalam Fiest & Fiest,2002):

People are driven both by the need to adjust and by the tendency to grow or to become more and more self-actualized. Adjustment needs and growth needs exists side by side within the same person. (Allport dalam Fiest & Fiest, h. 420, 2002)

Garin Nugroho juga menyatakan bahwa manusia sesungguhnya akan selalu dihadapkan dengan ciptaan dan penemuan manusia itu sendiri (1998). Jika seminggu yang lalu Anda masih tidak mau memiliki telepon selular karena merasa tidak pernah 'kemana-mana' dan hari ini Anda terpaksa pergi ke kawasan Roxy untuk membeli hp setelah teman dan saudara Anda mengeluh, "Aduuh...dari hp ke telepon rumah kan mahal, kalo ada hp kan tinggal sms aja!", itu salah satu jawaban dari cipta karya anak manusia itu sendiri.
Lalu, apakah kemudian menjadi bahagia adalah harus mahal? Meyers mencoba meyakinkan Anda dalam Psychology Today, menurutnya, usia, ras, atau penghasilan sama sekali bukan petunjuk seseorang bahagia atau tidak. Meski tidak ada satu rumusan pasti, Meyers mencoba memberi beberapa tips:

a. Tidak ada kebahagiaan abadi

Bayangkan suatu saat Anda berhasil mendapatkan bea siswa ke luar negeri setelah empat kali mencoba, senang? Pasti, mungkin Anda akan berteriak girang dan ingin semua orang tahu, tapi yakinlah itu tidak akan terus terjadi, satu atau mungkin dua minggu kemudian perasaan Anda akan kembali seperti sedia kala, masa euforia berakhir juga. Pendapatan penduduk Amerika kini dua kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan tahun 1957, tapi apakah tidak ada orang depresi? Tidak juga, bahkan krisis moneter di Indonesia tidak selamanya membuat kita melipat wajah kan? Maka Meyers menyarankan untuk tidak perlu merasa iri pada kekayaan, karena menurutnya,"happiness is less a matter of getting what we want than wanting what we have."

b. Nikmati tiap detiknya...

Hampir setiap orang berlomba untuk menyiapkan masa depan sebaik-baiknya, bahkan di kota metropolitan ini matahari seringkali 'kalah', mungkin Anda salah satu yang sering berlari sebelum mentari muncul dan kembali ke rumah saat mentari terlelap. Sadarkah bahwa kita seakan-akan tidak hidup di masa kini tapi berharap untuk hidup seperti juga mempersiapkan kebahagiaan, bukankah tidak seharusnya selalu begitu. Kebahagiaan tidak berada nun jauh di sana, coba sejenak tengok bunga mawar di taman depan, atau senyum si kecil yang mengusik Anda kala menyiapkan presentasi, sudahkah Anda merasakannya?

c. Kendalikan waktu

Salah satu cara agar lebih merasa berkuasa adalah dengan mengendalikan waktu Anda. Psikolog dari Universitas Oxford, Michael Argyle mengatakan, "For happy people, time is 'filled and planned', for unhappy people time is unfilled, open and uncommitted; they postpone things and are inefficient". Agar efektif lakukan rencana besar dalam rencana-rencana kecil. Menyusun laporan dalam satu malam mungkin bisa Anda kerjakan tapi pasti lebih membuat lelah, akan lebih ringan jika Anda telah menyiapkan bahan-bahan untuk laporan tiga-empat hari sebelumnya.

d. Berlaku bahagialah

Bisa juga mencoba salah satu prinsip dalam psikologi sosial: We are as likely to act ourselves into a way of thinking as to think ourselves into action. Dalam satu eksperimen, orang yang berpura-pura memiliki percaya diri tinggi ternyata dapat merasa lebih baik, bahkan saat mencoba ekspresi tersenyum.

e. Manfaatkan waktu luang

Adakalanya seseorang merasa tertekan dan stres, di saat lain bisa juga merasa bosan dan tidak bersemangat (underchallanged), di antara keduanya ada zona yang disebut 'flow' (mengalir) oleh Mihaly Csikszentmihalyi, psikolog dari Universitas Chicago. Pada zona ini seseorang merasa tertantang namun tidak terlalu cocok sehingga ia 'tersedot' dan tanpa sadar kehilangan waktunya. Csikszentmihalyi melihat orang menemukan pengalaman menyenangkan dalam zona ini, dan bisa memperpanjang waktu luang. Ironisnya lebih banyak waktu luang yang tersedia untuk begitu saja mengalir. Orang lebih suka menghabiskan waktu di depan layar tv dan biasanya tidak mendapatkan sesuatu yang berguna. Padahal ada banyak yang bisa dilakukan seperti merapikan taman, mengundang teman, main bola dengan si kecil, jalan-jalan sejenak dengan keluarga atau menulis surat pada sahabat lama maka Anda akan lebih mendapatkan kesenangan

f. Olah raga

Beberapa studi menunjukkan erobik dapat mencegah depresi ringan dan kecemasan. Pilihan olah raga bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing orang, sebab dalam satu survai dilaporkan jika kondisi fisik membaik, orang akan cenderung lebih percaya diri, tidak stres dan lebih bersemangat

g. Cukup istirahat

Resep utama untuk berenergi, salah satunya dengan menjalani hidup dengan tersenyum, karena itu sisihkan waktu untuk tidur dan istirahat yang cukup agar bangun dalam kondisi bugar dan semangat

h. Jalin persahabatan

Tidak ada yang dapat menangkal ketidakbahagiaan dari pada persahabatan yang erat dengan seorang yang benar-benar memperhatikan dan menyayangi Anda. Mereka yang memiliki banyak teman dekat untuk berbagi, bercerita cenderung lebih berbahagia dan sehat. Karenanya Meyers menyarankan bagi yang telah menikah untuk lebih menetapkan hati dan berikan yang terbaik bagi pasangan, dukung dan berbagi dalam cinta maka Anda berdua akan merasa lebih muda

i. Menjaga rohani

Faith doesn’t promise immunity from suffering, but it does enable a streghthened walk through valleys of darkness. Semua yang terjadi adalah kehendak-Nya, menjalin hubungan yang erat dengan sang pencipta merupakan sandaran yang menjanjikan, seperti juga dikatakan Meyers di atas bahwa keyakinan tidak berarti Anda bebas dari derita namun keyakinan akan menolong melewati semua itu.

Penutup

Ternyata banyak hal yang bisa membuat kita tersenyum di setiap jengkal kehidupan ini. Penulis pernah membaca satu buku yang menceritakan seseorang yang selama hidupnya merasa akan bahagia jika memiliki A dan setelah mendapatkannya ia kembali akan merasa bahagia jika mendapatkan B, begitu seterusnya sampai akhirnya tertulis di batu nisan, "Telah meninggal seorang yang akan berbahagia". Tentu kita tidak ingin seperti itu, jadi mulailah untuk menemukan kebahagiaan di mana pun dan kapan pun. Penulis pun senang dapat berbagi tips dengan Anda, semoga berguna.

Smile... and the world will smile for you...

Sumber:

Meyers, David G. (1993) Pursuing happiness; where to look, where not to look. Dalam Psychology Today- publication date Jul/Aug 93. www.psychologytoday.com

Nugroho, Garin (1998) Kekuasaan dan hiburan. Yogyakarta; Yayasan Bentang Budaya.

Feist, Jess., Feist, Gregory J., (2002) Theories of personality-fifth edition. Boston: McGraw Hill

Walker, Iain., Pettigrew, Thomas F. (2003) Relative deprivation theory: an overview and conceptual critique. Dalam Michael A. Hogg (ed) Social psychology-volume iv:intergroup behavior and social context. London: Sage publication

** Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Psikologi Sosial Sains Universitas Indonesia (680 100 1093)

Artikel Terkait



0 komentar:

geo fles