Pesantren Kesayangan ku

Pesantren Kesayangan ku
PONDOK PESANTREN BAITUL MAGHFIROH

IQRO

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Fenomena  munculnya agama karena masalah adanya kekuatan  yang dianggap lebih tinggi dari kekuatan yang ada pada dirinya sehingga mereka mencari lebih dalam dari mana asal kekuatan yang ada pada alam baik berupa gunung laut langit dan sebagainya, dan ketika mereka tidak dapat mengkajinya maka disembalah karena mereka berpikiran kekuatan alam itu memiliki kekuatan yang luar biasa bisa menghidupi beribu bahkan berjuta-juta umat manusia sehingga muncullah agama adalah salah satu usaha manusia untuk mendekatkan diri pada kekuatan supranatural.

  1. Rumusan masalah
    1. Fenomena Keberagamaan
    2. Asal Mula Agama
    3. Fenomena Agama Dan Sosial


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       


       

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Fenomena Keberagamaan

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan dan sistem budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya, agama dan kehidupan beragama tersebut telah menggejala dalam kehidupan, bahkan memberikan corak dan bentuk dari semua perilaku budayanya. Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang dari adanya rasa ketergantungan manusia terhadap kekuatan ghaib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan mereka. Mereka harus berkomunikasi untuk memohon bantuan dan pertolongan kepada kekuatan ghaib tersebut, agar mendapatkan kehidupan yang aman, selamat dan sejahtera. Tetapi apa dan siapa kekuatan ghaib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan tersebut, dan bagaimana cara berkomunikasi dan memohon perlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak tahu. Mereka merasakan adanya dan kebutuhan akan bantuan dan perlindungannya. Itulah awal rasa Agama, yang merupakan desakan dari dalam diri mereka, yang mendorong timbulnya perilaku keagamaan. Dengan demikian, rasa Agama dan perilaku keagamaan merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan fitrah manusia.

Fitrah adalah kondisi sekaligus potensi bawaan yang berasal dari dan ditetapkan dalam proses penciptaan manusia. Di samping fitrah beragama, manusia memiliki fitrah untuk hidup bersama dengan manusia lainnya atau bermasyarakat. Dan fitrah pokok dari manusia adalah fitrah berakal budi, yang memungkinkan manusia berbudi daya untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidup, mengatur dan mengembangkan kehidupan bersama. Serta menyusun sistem kehidupan dan budaya serta lingkungan hidup yang aman dan sejahtera. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia dengan akal budinya berkemampuan untuk menjawab tantangan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupannya baik yang bersumber dari rasa keagamaan maupun rasa kebersamaan (bermasyarakat), serta rasa untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidup. Dan dengan akalnyalah manusia membentuk kehidupan budaya, termasuk di dalamnya kehidupan keagamaannya.

Selanjutnya, Agama dan kehidupan keagamaan yang terbentuk bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan akal serta budi daya manusia disebut dengan Agama Akal atau Agama Budaya. Sementara itu sepanjang kehidupan manusia, Allah telah memberikan petunjuk melalui para Rasul tentang Agama dan kehidupan keagamaan yang benar. Para Rasul itu juga berfungsi untuk memberikan petunjuk guna meningkatkan daya akal budi manusia alam menghadapi dan menjawab tantangan serta memecahkan permasalahan kehidupan umat manusia yang terus berkembang sepanjang sejarahnya. Agama yang dibawa Rasul Allah itu bukan hanya berkaitan dengan kehidupan keagamaan semata, tetapi juga menyangkut kehidupan-kehidupan sosial budaya yang lainnya. Agama ini mendorong agar kehidupan keagamaan, kehidupan sosial dan kehidupan budaya lainnya dapat tumbuh berkembang bersama secara terpadu untuk mewujudkan suatu sistem budaya dan peradaban yang Islami.

  1. Asal Mula Agama

Masalah asal mula agama menjadi objek perhatian para ahli pikir sejak lama. Masalah mengapa manusia percaya pada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi dari dirinya dan mengapa manusia melakukan berbagai cara untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan itu.

Berbagai macam teori tentang asal mula agama telah dikemukakan oleh para  Sanjaya dan berbagai disiplin ilmu terutama ilmuwan sosial. Mereka telah mencoba meneliti asal usul agama atau menganalisis sjak kapan manusia mengenal agama dan kepercayaan terhadap Tuhan. Di bawah ini, beberapa teori dari para ilmuwan yang telah melakukan penelitian

1. Teori jiwa

Teori ini berpendapat bahwa agama yang paling awal bersama dengan pertama kali manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya di huni oleh makhluk matori, tetapi juga oleh makhluk immatori yang disebut jiwa (anima). Pendapat ini dipelopori oleh Edward Burnet Taylor (1832-1917).

Mengatakan bahwa asal mula agama bersama dengan munculnya kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa mereka memahami adanya mimpi dan kematian apabila orang meninggal dunia. Rohnya mampu hidup terus walaupun jasadnya membusuk.

2. Teori batas akal

Teori ini menyatakan bahwa permulaan terjadinya agama di karenakan manusia mendalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalny. Teori batas akal ini dikemukakan oleh seorang ilmuan besar dari Inggris James G. Frazer. Menurut mereka bahwa kebudayaan di dunia ini sebagian batas akal manusia itu masih amat sempit karena tingkat kebudayaan masih sangat sederhana. Oleh karena itu berbagai persoalan hidup banyak yang tidak dipecahkan dengan akal mereka, maka mereka memecahkannya melalui magic atau ilmu gaib.

Pada mulanya manusia hanya menggunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal-soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya.

3. Teori krisis dalam hidup individu

Teori ini mengatakan bahwa kelakuan keagamaan manusia itu mulanya muncul  untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri. Teori ini berasal dari M. Crawley dalam bukunya The True of Tefe (1905) yang diuraikan secara luas dan terperinci oleh A. Van Gennep dalam  bukunya Rites de Passage (1910).

Menurut kedua sarjana tersebut dalam waktu sejarah hidupnya, manusia mendalami banyak krisis yang terjadi pada masa tertentu krisis yang terjadi pada tertentu krisis tersebut menjadi objek perhatian. Betapa pun bahagianya seseorang ia harus ingat akan kemungkinan-kemungkinan timbulnya krisis dalam hidupnya terutama berupa bencana, seperti sakit dan maut. Sangat sukar dihindarinya walaupun di hadapi dengan kekuasaan dan kekayaan harta benda.


 


 

4. Teori kekuatan luar biasa

Teori ini mengatakan bahwa agama dan sikap religious manusia terjadi karena adanya kejadian luar biasa yang menimpa manusia yang terdapat dilingkungan  alam di seklilingnya.

Antropologi itu menguraiakan teorinya di awali dengan satu sanggahan terhadap pendapat Edward B. Taylor yang menyatakan bahwa timbulnya agama itu karena adanya kesadaran manusia terhadap adanya jiwa.


 

C.
Fenomena Agama Dan Sosial

1. Indikator Optimisme

Sungguhpun antusiasme tersebut tidak serta merta mencerminkan kualitas keberagamaan seseorang, namun paling tidak hal itu menunjukkan adanya optimisme masyarakat bahwa agama dapat menyelesaikan problem hidup. Tangisan dalam acara zikir akbar misalnya, menggambarkan beban hidup yang selama ini belum mampu diatasi. Kekhidmatan dalam mendengarkan alunan bacaan kitab suci al-Qur'an dan petuah para agamawan juga menyiratkan harapan adanya solusi dan bekal dalam menghadapi beratnya beban hidup tersebut.

Pada dasarnya optimisme masyarakat terhadap kemampuan agama dalam menyelesaikan problem hidup bukanlah sesuatu yang benar-benar baru. Sejak lama, kehidupan umat manusia tidak bisa dilepaskan dari peran agama. Agama seakan-akan hadir bersamaan dengan munculnya misteri dan problem hidup. Dalam masyarakat agraris di masa lalu, faktor misteri kekuatan alam menjadi penyebab utama mengapa manusia beragama. Ketergantungan masyarakat terhadap alam berbanding lurus dengan peran agama dalam masyarakat. Semakin mereka mengalami kecemasan dan kebingungan berkenaan dengan sumber nafkah mereka, maka kebutuhan mereka terhadap agama semakin kuat. Mereka sangat mempercayai adanya kekuatan di luar alam (Tuhan) yang mengatur kesuburan alam.

Sedangkan dalam masyarakat industri, misteri dan problem hidup berkaitan dengan eksistensi manusia menjadi motif utama dalam beragama. Masyarakat industri ditandai dengan adanya rasionalisasi pekerjaan, dimana pekerjaan dispesifikasi dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan keahlian seseorang. Sehingga semakin trampil dan ahli seseorang, akan semakin mendapatkan jabatan yang tinggi. Konsekuensinya, masyarakat akan terbangun dalam suasana hirarkis. Problem eksistensial akan banyak menimpa pekerja di tingkat pelaksana atau operasional. Mereka mengalami keterasingan karena terjebak dengan rutinitas yang mekanik. Seperti mesin yang bekerja sesuai dengan setting yang sudah diterapkan. Itulah sebabnya mengapa antusiasme terhadap kegiatan-kegiatan agama menguat dalam masyarakat kota.

Terlepas dari perbedaan motif beragama dalam setiap masyarakat, kebutuhan terhadap agama menggambarkan adanya peran agama yang sangat kuat dalam kehidupan manusia. Antusiasme masyarakat terhadap agama memberikan "ruang" bagi agama untuk mengintervensi dan mengontrol arah kehidupan manusia. Sesuatu bernilai baik atau pun buruk tergantung pada pandangan agama, sehingga agama menjadi penentu dan pengontrol kualitas kehidupan.

2. Ekspresi Keharmonisan

Peran agama itu tentu memberikan harapan bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang lebih baik. Kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan keharmonisan menjadi salah satu kondisi yang sangat diharapkan oleh umat manusia. Mengenai hal ini, kontribusi agama dalam membangun perdamaian dan keharmonisan agak variatif. Di samping berkontribusi dalam menciptakan perdamaian, agama juga kerap terlibat dalam konflik dan peperangan.

Sebenarnya benturan antar pemeluk agama itu lebih disebabkan pada sakralisasi identitas agama. Sakralisasi itu mengakibatkan klaim kebenaran pada kelompok agamanya sendiri, dan kesesatan pada kelompok agama lain. Namun demikian, benturan itu tidak sepenuhnya disumbangkan oleh agama. Dalam banyak kasus perang antaragama, motif politik dan persaingan ekonomi lebih dominan. Keterlibatan agama lebih pada pemanfaatan "identitas transenden" yang mudah untuk dibangkitkan dan diletupkan. Dengan kata lain, agama digunakan sebagai alat mobilisasi pertikaian. Padahal dalam relung hati yang paling dalam, manusia membutuhkan agama justru untuk perdamaian dan keharmonisan hidup. Maka semakin jauh keterlibatan agama dengan kontestasi politik dan ekonomi, akan semakin besar kontribusinya dalam membangun perdamain.

Bahkan dalam studi sosiologi, Durkheim mengatakan bahwa kohesivitas (kepaduan) sosial akan memancarkan kualitas keagamaan. Dalam penelitiannya, Durkheim melihat bahwa ritus agama—bahkan munculnya agama itu sendiri—merupakan ekspresi dari keharmonisan masyarakat. Penelitian itu menggambarkan bahwa agama akan senantiasa selaras dengan perdamaian dan keharmonisan. Hubungan antara keharmonisan dan agama dapat terjadi secara timbal balik. Semakin besar peran agama—tentu saja agama yang netral dari pertarungan politik—dalam sebuah masyarakat, maka akan semakin tercipta keharmonisan. Dan semakin harmonis sebuah masyarakat, akan semakin memancarkan kualitas-kualitas keagamaan.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan
    1. Agama pada umumnya dan islam pada khususnya dewasa ini semakin dituntun peranannya untuk menjadi pemandu dan pengarah kehidupan manusia agar tidak terperosok kepada keadaan yang merugikan dan menjatuhkan martabatnya sebagai mahluk mulia.
    2. Dalam situasi yang semakin global seperti sekarang ini dihadapkan kepada berbagai tantangan. Dalam keadaan demikian, dijumpai adanya manusia yang berhasil meyikapi kehidupan global tersebut secara lebih bermakna dan berguna, tetapi malah ada juga yang tidak tahu arah yang harus dituju.
    3. Munculnya agama karena manusia percaya pada suatu kekuatan yang dianggap  lebih tinggi dari dirinya dan melakukan berbagai cara untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan itu
  1. Saran

    Dengan penuh harapan dari penulis bahwa makalah ini, masih begitu jauh dari kesempurnaan sebagai suatu karya ilmiah. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritikan dan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini, atas perhatiannya di ucapkan terimakasih.


     


     


     


     


     


     


     

    DAFTAR PUSTAKA

    Emile Durkhaim, Sejarah Agama. Jang Arafika, Jakarta. 2003.

    Abdullah Samsuddin, Agama dan Masyarakat, Logus Wacana Ilmu, Jakarta. 1997.


     


     

Artikel Terkait



0 komentar:

geo fles